Hutan Kembali Ke Pangkuan Adat

Hutan merupakan tumpuan hidup masyarakat Papua. Itu adalah kata yang tepat untuk menggambarkan bagaimana pentingnya hutan bagi masyarakat asli Papua. Selain sebagai sumber bahan bangunan,  hutan menjadi lumbung bagi sebagian besar orang Papua terutama yang hidup di pinggiran perkotaan, kampung-kampung dan daerah pedalaman. berburu, meramu serta menokok sagu sagu adalah contoh aktivitas yang sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Papua

Kondisi hutan papua

Hutan papua merupaka hutan hujan tropis yang masih tersisah di dunia bersama dengan Hutan Amazon di Brasil dan Congo di Afrika. Secara ilmiah dibuktikan dengan terbitnya berbagai peta tutupan hutan perawan. Menurut Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua Marthen Kayoi dalam seminar Keanekaragaman Hayati Papua tahun 2009 lalu menuturkan bahwa total luas hutan Papua mencapai 41,2 juta hektar, sementara luas hutan Papua Barat 9,9 juta hektar. Ia menuturkan, pemantauan citra satelit tahun 2003-2009 menunjukkan lebih kurang 5,8 juta hektar rusak. Penyebab kerusakan antara lain pembangunan infrastruktur, permukiman, dan perusahaan perkayuan .

Sayangnya berbagai aktivitas ekstrakti seperti penebangan kayu oleh Perusahaan Pengolahan Hasil Hutan (HPH), perkebunan kelapa sawit telah menghancurkan sebagian dari hutan papua. Terlebih lagi tidak ada upaya reboisasi bahkan sejumlah perusahaan erkebunan sawit terus melakukan ekspansi perluasan ladangnnya diberbagai daerah di Tanah Papua.

Deklarasi Masyarakat Adat Knasaimos

Seperti yang sudah saya tulis di Atas bahwa di Papua, masih dikenal wilayah adat, hutan adat dan lain sebagainya.  Tidak terkecuali Distrik Seremuk di Kabupaten Sorong Selatan yang dihuni oleh masyarakat adat Seremuk. Merasa hutan adat mereka terancam dengan berbagai program pembangunan yang direncanakan pemerintah mapun yang sudah berjalan maka kini masyarakat adat Seremuk bangkit untuk menuntut hak adat atas hutan mereka  melalui sebuah sidang Adat maka diputuskan untuk melaksanakan sebuah Upacara Adat bertakjuk Deklarasi Pengembalian Hutan Adat.

Dalam deklarasi, yang sebelumnya melalui berbagai pertemuan lembaga masyaraakt adat dan masyarakat adat, maka dikeluarkan beberpa isi deklarasi diantaranya menuntut pemerintah dalam hal ini pemerintah Kabupaten Sorsel mengembalikan hak kelola hutan bagi msyarakat adat. Menuntut untuk segera menon-aktifkan dan menutup berbagai perusahaan pengusaha hasil hutan termasuk pembatalan rencana pembukaan kebun kelapa sawit oleh pemerintah.

Deklarasi dilaksanakan di tengah hutan belantara Distrik Seremuk. Dihadiri oleh peerintah kabupaten, beberapa anggota DPRD, Pihak Dinas Kuhatanan, Pihak Konservasi SDA, Dinas Sosial, BAPPEDA Sorsel dan seluruh masyarakat adat Knasaimos.

aksi dalam deklarasi masyarakat adat Knasaimos
Masyarakat Kna, melakukan demo damai ditengah hutan adatnya, mereka memmrotes dan menolak segala bentuk investasi perusahaan yang masuk dalam wilayah adat mereka

Dalam sambutannya, ketua DPRD menyambut hangat inisiatif masyarakat adat Knasaimos untuk ingin berpartisipasi dalam mengelola sendiri hutan mereka dan mengaku akan mengakomodir aspirasi masyarakat tersebut. Ini membuktikan bahwa tingkat kekritisan maysarakat kita sudah semakin tinggi” tambahnya. Deklarasi ditutup denga penandatanganan deklarasi oleh ketua dewa adat masyarakat knasaimos, DPRD Kab. Sorsel, Bappeda Sorsel dan Dinas Kehutanan.

Dari hasil bincang-bincang saya dengan masyarakat setempat dan ketua DPMA Knasaimos,  mengatakan bahwa mereka sudah mempersiapkan diri untuk segera mengolah sumberdaya hutan yang masih tersisa. Dimulai dari pemetaan batas hutan per marga dan kampung, inventarisasi potensi hutan serta pembentukan koperasi masyarakat. Dalam prosesnya, masyarakat akan dibantu oleh beberapa Organisasi Non Pemerintah terutama dalam hal-hal teknis dan informasi-informasi penting terkait dengan pengolahan hutan berbasis masyarakat yang lestari.

Kondisi ini bisa jadi akan menjadi momentum tersendiri bagi masyaraka adat Knasaimos. Diamana selama beberapa dekade terakhit, masyarakat adat hanya menjadi penonton setia dalam pengolahan kayu pun hasil hutan lainnya (lebih tepat: penghancuraan hutan). Dengan adanya deklarasi ini, kesempatan untuk mengolah sendiri hutan mereka akan terbuka. Jadi teringat dengan sebuah negara kepulauan kecil yang berada di sebelah timur papua Kepulauan Salomon. Di sana, masyarakat menjadi motor penggerak dalam mengelolah kayu dari hutan mereka. Mulai dari menebang, menggergaji hingga pemasaran dan manajemen keuangan dan ternyata mereka berhasil mendapatkan sertivikat atas kayu mereka sehingga dapat dijual dipasaran dengan bersaing.

Teringat juga dengan masyarakat di Sungai Utik kalimantan sana. Atas usaha mereka untuk mengelola hutan adat mereka secara lestari sampai sekarang, mereka memperoleh sertifikasi bagi produk yang dihasilkan dari pengolaan hutan mereka.

Artinya dengan beberapa contoh di daerah lain ini, bukan tidak mungkin Papua yang masih memiliki cadangan hutan tropis terbesar di Asia mampu dikelola oleh masyarakatnya secara lestari dan bisa meningkatkan perekonomian mereka tanpa campur tangan perusahaan. Toh sebelum ada perusahaan masuk di tanah ini hutan aman-aman saja. Justru karena banyaknya perusahaan yang diijinkan beroperasi dengan dalih peningkatan perekonomian masyarakat lokal dan daerahlah yang telah merobek jantung hutan tropis papua.

Jadi mukin tidak salah jika masyarakat adat lainnya di Papua mengikuti jejak Masyarakat adat Knasaimos. Kalaupun tidak, masyarakat harus mulai memiliki posisi tawar yang lebih kuat dan pengawalan yang ketat jika masih harus bergantung sama yang namanya HPH atau Perusahaan Kelapa sawit.