Berlayar Dengan Kapal Pelni Makassar – Maumere

Setelah 1 bulan menikmati libur panjang di Manokwari, akhirnya perjalanan part 2 datang juga. Part yang sudah lama saya rencanakan. Jujur ini akan menjadi perjalanan terjauh saya yang saya rencanakan jauh-jauh hari serta menggunakan biaya sendiri. 

Tiga minggu yang lalu saya memutuskan untuk membeli tiket kapal laut milik Pelni dari Makassar ke Maumere. Makin mudah ternyata membeli tikket Pelni karena sudah menggunakan aplikasin yang bisa di download di handphone. Saat mengotakatik pilihan tiket. Yang tersedia hanya ada tiket ekonomi. Tiket kelas habis. Bukan habis sih, karena setelah menggali informasi ternyata memang tidak ada lagi kelas 1, 2 Dan 3 seperti dulu. Semua jadi satu kelas Ekonomi.

Cukup mengambil resiko. Secara saat itu saya sedang di Manokwari. Keberangkatan saya pasca lebaran dimana tiket arus balik biasanya masih mahal sementara saya juga belum membeli tiket ke Makassar karena beberapa pertimbangan. Syukurnya saya tidak langsung beli tiket pesawat ke Makassar jauh – jauh hari. Karena 4 hari sebelum jadwal keberangkatan kapal dari Makassar-Maumere via Bau Bau tiba – tiba beribah. Pelni memberitahu lewat pesan whatsapp jika jadwal keberangkatan kapal diundur 2 hari. Akhirnya saya membeli tiket ke Makassar 2 hari sebelum keberangkatan. Konon ni trik untuk medapatkan harga tiket pesawat yang sedikit miring jika berangkat sendirian. 

Pukul 12.30 malam jalan poros Makassar dari perintis kenerdekaan menuju pelabuhan Yosudarso Makassar sedikit lenggang. Pada pagi hingga jam 10 malam, jalanan ini selaku macet. 10 menit yang lalu mobil grab menjemput saya sesuai dengan pesanan saya di . Hanya 20 menit saya sudah tiba di pelabuhan makassar yang tampak sepih. Meski ruang tunggu sementara mulai ramai dengan calon penumpang tapi belum begitu padat. Beberapa dari mereka mengelar tikar dan tidur sesuka hati mereka. Secara rumor bahwa kapal lambelu yang sedang menuju makassar dari pelabuhan Pare-pare akan terlambat. 

Suasana di pelabuhan Makassar

Sebelumnya saya sudah mencoba melacak lokasi kapal melalui applikasi vessel finder, sayangnya si kapal milik PT Pelni ini tidak update. Posisi terakhir terlacak di sekitar perairan balikpapan 4 hari sebelumnya. jadilah saya memutuskan untuk pergi pelabuhan sesuai jadwal yang tertera pada tiket. 1 jam menunggu baru update terbatu posisi kapal Lambelu nonol di layar handphone saya. Posisinya Masih jauh Dan kemungkinan Masih butuh 3 jam untuk bisa tiba di pelabuhan makassar. Itu artinya kapal kan datang jam 5 sementara saya tidak bisa tidur karena ruangan penukaran tiket Dan ruang tunggu sementara sudah penuh. 3 jam akhirnya habis denganduduk terkantuk kantuk di sebuah kursi panjang yang sydah setengah rusak bersama 3 penumpang lain yang akan menuju Bau Bau.

Perjalanan dengan kapal menuju Flores ini saya pilih  karena merupakan rute yang paling masuk akal jika saya ingin mengeksplore Flores dari timur ke barat. Meski sesaat sebelum berangkat saya baru sadar jika arah sebaliknya pun bisa saya pilih. Nasi sudah jadi bubur, tiket sudah saya beli jauh jauh hari, meski harganya tidak seberapa, saya tidak mau merubah ruute yang sudah saya rencanakan. Maumere Dan sealnjutnya. Pilihan kapal Pelni juga akan memberikan pengalaman tersendiri. Paling tidak akan mengingatkan saya saat awal2 merantau Dan selaku menggunakan kapal Pelni karena keterbatasan uang. Terakhir Kali baik kapal mungkin 12 tahun yang lalu. Jadi penasaran juga apakah ada perubahan pada pelayanan kapal milik BUMN itu.

Berikut beberapa perubahan yang saya amati bedasarkan pengalaman menggunakan kapal Pelni dari Makassar menuju Maumere.

Pembelian tiket yang mudah. Dulu, kalo beli tiket kapal Pelni, kita harus pergi ke peli terdekat untuk memesan tiket beberapa hari sebelum keberangkatan. Prosesnya manual. Mencatat nama penumpang, umur, jenis kelamin serta tujuan akhir pada cecarik kertas kemudian dimasukkan loket pemesanan tiket. Antri menunggu nama dipanggi trus terima tiket yang warnanya sesuai dengan kelas yang dipilih. Tiket dewasa ekonomi biasanya warna hijau. Jumlah halaman tiket sesuai dengan banyaknya pelabuhan yang akan kita singgahi karena setiap pemeriksaan tiket satu halaman akan di robek.

Sekarang , zaman berubah. Semua serba onlain. Mau beli apa saja tinggal buka aplikasi di HP pintar. Termasuk Tiket Pelni. Yes. Pelni juga punya aplikasi yang bisa didownload di HP untuk mencari jadwal , rute kapal termasuk pengiriman barang via kapal . Hebat!.

Proses boarding.  Dulu, boarding ya manual. Tunjukin tiket yang Masih ditulis manual. Tidak ada verifikasi identitas. Sekarang pake boarding pass seperti naik pesawat yg diambil saat cekin sebelum masuk kapal. Dilengkapi barcode. Masuk kapal juga saat boarding harus menunjukkan kartu identitas diri seperti KTP atau SIM.

Tiket dengan nomor seat. Saat naik kapal, kita yg memiliki nomor seat saat membeli tiket tidak perlu kawatir tidak dadpat tempat tidur. Kita dijamin dengan nomor seat yang sudah ada pada tiket meski kadang ada saja penumpang yang masih suka menyerobot tapi bisa didepak dengan pembuktian tiket. Siapa yang paling berhak di no seat tersebut.

Lantas gimana kalo tiket non seat? Tenang, meski tidak dadapat tempat, anda bisa cari tempat yang nyaman dan aman untuk beristirahat dan barang bawaan anda. Lapor ke petugas, tunjukin KTP dan anda akan mendapatkan pinjaman matrar gratis.

Pelayanan di kapal sama saja . Ada sarapan, makan siang dan makan malam ala kadarnya. Menu makan yang tidak sehat apalagi buat yang sedang diet karbo. Nasinya bejibun, lauknya secuil , rasa hambar. Pauknya secuil kek obat malaria jadi secukupnya saja. Sekali suap pauk habis,dua kali suap lauknya ikutan hanis tinggal nasi yg masih menggunung. Minum? Ada air mineral kadang teh kotak. Yg lucu dimana-mana di dinding dek kapal ter tempel “Pelni ikut menjaga lingkungan” tapi tempat makanan yg disiapkan dari plastik mika. Habis jam makan , semua tempat sampah penuh dengan plastik . Peduli lingkungan dimana? Saya lebih suka belasan tahun lalu ketika Masih pake sistem omprenk. Ya ribet dikit tapi tempat makan ribuan penumpang tidak akan berakhir di tempat sampah atau malah berserakan dimana-mana.

Menu sehat ala kapal Pelni

Kebersihan kabin. Ini paling parah! Apa lagi toiletnya. Buat kamu yang jijikan siap-siap muntah pas masuk toilet. Genangan air yang penampakannya kek air got, pintu yang tidak bisa kekunci, flush yang tidak berfungsi hingga wastafel yang burikan jadi pemandangan setiap masuk toilet.

Lantai dan dinding kabin kapal juga banyak rusak. Sudah seperti jalan aspal yang bolong di sanasini. Dari Bau-bau – Maumere ada abk yang meperbaiki lantai deck 5. Kerjanya pagi. Siang sudah sandar di Maumere. Begitu porter naik berhamburan cari penumpang, beberapa dari mereka menginjak lantai yang baru disemen dan masih basah. Alhasil hancur total.  Apakah selama Pelni berlayar tidak dapat untung sehingga tidak ada perawatan fasilitas kapal? Atau Pelni berniat menenggelamkan kapal-kapal mereka yang usianya sudah puluhan tahun dan akan diganti dengan kapal baru 

sekarang KRL di jawa tidak ada lagi pedagang asongan. Di kapal Pelni pedangan lebih ramai lagi. Tidak hanya yang naik jualan saat kapal sandar disetiap pelabuhan. Di kapal sendiri sudah ada penjual yang tinggal dan ikut rute kapal. Setiap beberapa menit pedagang akan lalu lalang menawarkan jualan mereka. Mulai dari buah, baju, sarung, selimut, jam tangan, peralatan eteronik, makanan hingga gelang.

Fasilitas bioskop Masih ada. Yg tidak ada adalah restoran tempat makan penumpang kelas yang kini memang tidak ada lagi. Ruang tersebut disulap jadi kafe dan tempat karaoke.

Perjalanan ke Flores ini kental banget suasana floresnya. Mulai dari penumpang yang sebagian besar orang Flores. Mereka kebanyakan menuju Maumere dan Larantuka. Logat khas daerah mereka terdengar dimana-mana. Pulang kampung dari rantau Kalimantan Dan Malaisya. Tau sendirikan kalo perantau ketemu sesama suku. Kelar itu telinga siap2 disumbat dengan headset. Blum lagi jaman sekarang jaman speaker aktif. Setiap baris seat putar lagi. Berasal kayak di pasar . Setelah 36 jam berlayar, akhirnya kapal tiba di Maumere. Welcome to Flores.šŸ„°

Sorong Kota Molo

Kota pertama yang menjadi rumah saya waktu pindah dari Sulawesi Selatan ke Papua adalah Sorong. Itu 25 tahun silam ketika saya memilih untuk melanjutkan sudy di timur Indonesia. Ada dua hal yang langsung melekat dikepala saya yakni juluka kota sorong KOTA BERSAMA dan Sorong kota Minyak. Di Pembatas jalan depan RRI Sorong ada taman kecil dan salah satu tulisan yang terpampang nyata di sana adalah KOTA BERSAMA lengkap dengan kepanjangannya. Sementara tangki – tangki minyak milik Pertamina berjejer indah di daerah Kuda Laut hingga pelabuhan Sorong.

Lebih dari dua decade berjalan, Sorong tentunya mengalami perkembangan pesat. Dari sisi permbagunan da banyak perubahan yang saya lihat.  Bahakan ada jug apergeseran keramaian akibat dari pembagunan itu sendiri. Dulu , daerah Kampung Baru adalah daerah paling ramai. Namun sekarang justru daerah kilo yang ramai .

Belakangan nama Sorong terus melejit dan terkenal bukan karena prestasi baiknya. Masih ingat beberapa tahun lalu? Kota Sorong masuk dalam daftar 8 kota terkotor di Indonesia. Prestasi. Yah prestasi yang memalukan. Hal itu tidak bisa dipungkiri. Di Sorong sulit sekali menemukan tempat sampah. Jika ada usianya hanya seperti bunga jam 9. Mekar pagi, hilang sore. Tempat pembuangan sampah sementara juga tidak ada. Jadi hampir di setiap tempat dapat dijumpai tumpukan sampah yang dibuang sembarangan oleh penduduk kota Sorong. Belum yang tidak kelihatan kerena dibuang ke sungai-sungai dan pantai.

Sorong sebagai pintu masuk destinasi wisata duni Raja Ampat jadi tidak berkelas akibat kondisinya yang kotor dari Bandara sampai pelabuhan. Pasar? Jangan tanya lagi. Parahnya kondisi ini sudah terjadi bertahun-tahun dan sudah membuat warga Sorong seolah-olah terbiasa. Pemerintah juga seolah-olah pangku tangan dan tidak mengambil tindakan apalagi kebijakan dalam mengatasi kekotoran satu-satunya wilayah administrasi peemerintah daerah dengan status ā€œkotaā€ di Papua Barat.

Belakangan julukan Kota Sorong kota minyak / kota bersama tidak lagi ada. Mungkin karena sering terjadi antrian panjang di SPBU-SPBU. Orang jadi lupa jika banyak tangki minyak di Sorong. Lupa juga jika ada pipa panjang yang mengalirkan minyak dari perut bumi di Kabupaten Sorong ke Pelabuhan untuk dibuat keluar Papua.

Yang lagi trend adalah Sorong kota MOLO. Tau ā€˜moloā€? molo artinya menyelam atau tenggelam. Kota yang bisa menyelam tiap hujan. Tidak butuh hujan seharian. 1 jam sudah cukup untuk menenggalamkan beberapa bagian Kota Sorong.

Banjir Sorong Agustus _ foto dari jurnalsoreang.com

Sudah lima tahun saya kembali ke Sorong untuk bekerja di kantor saya. Tepatnya di Jl . Malibela km 12. saat itu, tidak perna kebanjira semala 3 tahun tapi suatu hari hujan baru saja 30 menit tiba-tiba air sudah masuk dalam kantor saya. Molo. Jadila kapi pindah kantor beberapa bulan kemudian karena tidak mau ambil resiko untuk terus-terusan molo tiap hujan datang.

Bulan Agustus kemaren yang paling parah. Bahkan hingga minggu ini masih terus banjir di beberapa titik.  banjir di Sorong kali ini  adalah yang terparah. Hampir seluruh wilayah Sorong Tenggelam kecuali yang berada di ketinggian. Tempat Kos saya yang sudah 5 tahun saya tinggali belum perna kebajiran . tapi bajir kemaren menenggalamkan kos saya beserta beberapa abarang penting lainnya hingga rusak.

Apa yang salah dari pembangunan Kota Sorong? Apakah karena wilayahnya yang dulunya rawah? Apakah kutukan dari Tuhan? Apakah karena cuaca yangmemang ekstrim? Saya rasa bukan. Sorong sedang salah jalan dalam pemabngunannya.

JIka factor rawa menjadi alasan. Kenapa Merauke tidak kebanjiran para seperti Sorong? Atau mungkin Belanjada yang katanya lebih rendah daripada permukaan air laut?

Kerusakan alam akibat pembangunan yang tidak ramah lingkungan adalah factor utama. Banyak bangunan yang dibangun tidak memperhatikan aspek lingungan. Pembangunan jalan , drainase pun demikian. Pemerintah daerah yang memiliki funsi kotrol tidak juga tegas dalam mengeluarkan ijin-ijin pembangunan. Sebut saja ada IMB, tapi apakah IMB ini dikeluarkan karena sudah memeprtimabngkan aspek dampak lingkungan?

Sekarang pembangunan sibuk dengan rekalamsi di Tembok Berlin. Mau kemana aliran air di Kampung Baru . Kalau masyarakat di kampug Baru kebanjiran apakah lokasi reklamasi akan jadi tempat relokasi atau tempat mengungsi mereka?

Belum lagi soal sampah yang saya sudah tulis  di atas tadi. Pemerintah tidak menyiapkan tempat sampah yang baik, jumlahnya juga tidak sebanding dengan julah penduduk apalagi pengelolaanya. Mungkin hanya 1 % sampah di Sorong yang tiba di tempat pembuangan akhir sampah. Sisalnya bisa di jalan, got, belkang rumah, masuk kali/sungai atau ke pantai .

Setiap habis banjir besar. Beberapa alat berat diturunkan untuk mengeruk sedimen di beberapa aliran sungai. Perbaikan drainase juga dilakukan bahkan perna seklai waktu perbaikan drainase sepanjang km 9 dan 10 dilakukan hamper setahun. Tapi hasilnya? Tetap saja air tergenang dan menjadi tempat penampungan sampah. Proyek lagi dan lagi.

Pendangkalan jadi biang kerok padahal aktivitas penambangan gilan C di area Malanu jalan terus. Sedimennya kemana? Ya ke sungai lah. Mau kemana lagi. Sisanya itu yang menjadikan kota sorong berdebuh karena banyak truk lalu lalang menghaburkan muatan galian ke tempat-tempat yang mereka tuju.

Di Malibela yang  merupakan daerah mangrove  kini disulap menjadi perumahan. Ijinnya dari mana? Dari pemerintah pastinya. Dimana letak kepedulian pemerintah dalam membagun secara berkelanjutan jika daerah rawa berair payau dan ditumbuhi mangrove di timbun dan dijadikan daerah perumahan? Jadi saya tidak perlu heran ketika salah satu teman saya yang tinggal diperumaha tersebut tiap malam memposting kondisi banjir dalam rumahnya di akun facebooknya.

Sorong bukan lagi kota Bersama, apa lagi kota Minyak. Sorong kini adalah Kota MOLO. Tenggelam

Pandemi Korona Blog Libur

Kemana saja setelah setahun lebih si Korona mengobrak abrik hampir selurh sendih kehidupan? dirumah aja? jalan-jalan singkat dekar rumah? well , sekarang gelombang kedua dan semua orang setuju jika gelombang kedua di Indonesia ini lebih parah. hampir seluruh komplek diperkotaan ada khasus. entah mereka dirawat di RS atau ISOMAN (istila baru buat isolasi mandiri).

Saya sih sempat beberapa kali travelign keluar kabupaten tapi tiu sebelum gelombang kedua muncul. Menurut saya sebagai orang awam yang juga suka jalan-jalan. Salah satu sektor paling terpukul dengan pandemi ini adalah traveling. Mulai dari transportasi, penginapan sampai ke dunia kuliner.

Btw, dalam 2 bulan terakhir sebelum gelobang kedua. Saya mulai sebuah kebiasaan aka hobby baru yang cukup menantang sekaligus bisa menjadi pengisi aktivitas kala harus ada yang namanaya PPKM . ya belajar surfing. sejatinya saya sudah jatuh cinta dengan olahraga yang kurang familiar di Indonesia. Mungkin Familiar, tapi hanya di daerah – daerah wisata dengan potensi obak yang keren seperti Bali dll.

Nah di Manokwari sebenarnya ada banyak spot surfing. Hanya saja olahraga ini tidak terkenal. mungkin juga karena buatuh perlatan yang tidak terlalu murah. mana butuh perawata dan bahakan butuh alat transport untuk pergi ke spot-spot tersebut.

Beberapa tahun lalu saya sempat beli dan baca buku si Gemala Hanafiah.. judulnya Ocean Melodi. Itu buku menginspirasi saya kalu dunia surfing ini sepertinya menyenangkan. tentu ada bahanya tapi tantangannya disitu.

Nah karena themanya beda. saya jadi membuat blog khusus perjalanan saya belajar surfing. pergi dan kunjungi blog baru saya soal perjalanan saya belajar surfing di Manokwari di https://selancarairmanokwari.blogspot.com/

Sesaat Reuni dengan Pulau Lemon

Dulu-dulu sekali, saya sering berkunjung ke Pulau Lemon. Entah untuk sekedar refresing ataupun untuk berkegiatan. Bahkan organisasi kemahasiswaan kami saat itu yang bergerak di bidang pesisir dibentuk disana.

Pulau Lemon adalah pulau yang berada sangat dekat dengan Kota Manokwari. Jaraknya hanya beberapa ratus meter. Kegialan masa kuliah yang perna kami lakukan sleain bermalam, menyelam di Pulau Lemon adalahĀ  Ā kami perna berenang dari Pantai Asrama Pelayaran-Lampu Senen-Pulau Lemon dan kembali berengan dari Pulau Lemon – Ketapang Kwawi. Tentu dengan bantua peralatan scuba dasar seperti masker dan fins.

Di masa pandemi Covid ini. Tinggal dirumah aja sepertinya tidak melulu sehat. Stress dan lelah pasti datang sesuka hati. Apa lagi buat orang-orang yang sebelumnya jam terbang tinggi.

Beberapa minggu lalu kami memutuskan untuk menghabiskan seharian berakhir pekan disana. Selain pulau yang memiliki nama sebenarnya adalah Pulau Numapi ini dekat, indah dan tidak ramai penduduk, untuk aksesnya juga cukup mudah. Tinggal ke Kelabuhan Ketapang dan carter longboat kesana. Jika beruntung bisa menumpang perahu penduduk yang mau kesana.

Selama beberapa jam disana, kami hanya habiskan waktu untuk leyeh-leyeh di pantai pasir putih . Menikmati deruan ombak dan angin sepoi-sepoi. Tapi tidak abdol kan kalo dipantai tidak mandi/berenang jadi kami juga menghabiskan beberapa jam untuk berendam di air laut yang jernih dan bersih.

Karena saya dulu saya sering kesana, beberapa warga masih mengenali saya jadilah ngobrol santai tentang situasi yang lagi tidak menentu bersama warga di pinggiran pantai dengan suguhan kelapa muda yang segar.

Penelitian saya mengenai ikan dan karang waktu kuliah juga di pulau ini. Sayang. untuk melalukan aktivitas diving tidak bisa kami lakukan karena tidak lagi memiliki alat. Padahal pengen tahu apakah terumbu karangnya masih sebagus dulu atau malah sudah rusak. Yang jelas dari pantau saya di dermaga terumbu karang yang dulu sempat hancur karena proses pembangunan dermaga mulai kembali tumbuh dengan sehat dan banyak ikan.

Yang membuat saya bertanya-tanya adalah bagian ujung pas bersebelahan dengan Pulau Mansinam itu kini berpemilik. Dulunya adala adalah lahan kosong dengan ditumbuhi banyak pandanus. Bahakan dulu, warga Pulau Lemon sendiri sering mengeluh karena tidak bisa mensertivikasi tanah mereka karena dalam tanda petik, mereka adalah orang-orang migran dari Biak Numfor sedangkan pemilik ulayat dari Lemon adalah orang Manokwari. Area belakang dulunya didesain untuk umum. Perna dibuat panggung untuk perayaan 17san Agustus, Perayaan Injil masuk Papua dan acara publik lain. tapi kini tanah tersebut dibeli seseorang. Tepatnya anggota DPR.

Pulau Lemon memang dekat, tapi tidak banyak dikunjungi warga Manokwari. Kebanyakan orang memilih pantai Pasir Putih, Bakaro atau Pulau Mansinam. Hal dikarenakan tidak ada transportasi reguler ke pulau tersebut. Pulau Sekarang dengan 10 tahun lalu masih sama saja. Transportasi kesana masih sama, penduduknya juga masih sama. Bahakan persoalan sampah juga masih disana. Tidak kemana-mana.

Jembatan Turis, Tempat Sempurna untuk Mmenikmati Sunset Di Manokwari

Sunset adalah salah satu pemandangan yang disukai banyak orang. Bahkan mesin pencari google juga menyukainya. Coba saja ketik kata “sunset” pada google, bakalan muncul 899,000,000 hasil hanya dalamĀ  0.50 detik saja. Belum lagi para pelaku foto grapher. Pasti ada dariĀ  dari hasil jepretan mereka yang obyeknya mengenai sunset aka matahari terbenam .

Di Papua barat, bahkan ada satu kabupaten yang dijuluki sebagai kota senja. Kaimana. Dimasa lampau, saya perna tinggal disana setahun, dalam seminggu sebagian dari waktu petang saya habis untuk nongkrong di pinggir pantai menikmati indahnya matahari tebenam. Kota Sorong juga adalah kota yang hampir setiap harinya menyuguhkan pemandangan indah kala matahari terbenam di daerah Sorong timur. Yah di Tembok Berlin, Kampung Baru.

Meski sunset ini barang yang sering dicari, tidak semua daerah memiliki kesempatan dan lokasi untuk menikmati matahari terbenam. Seperti Manokwari, secara Kota Manokwari menghadap ke timur jadi kebanyakan kita hanya bisa menikmatiĀ  pemandangan matahari terbit. Meski begitu, pemandangan matahari terbit kadang kalah sama matahari terbenam. Entah mengapa. Yang jelas gradasi warna yang muncul berbeda jauh.

Beruntungnya ada satu spot yang sebenarnya masih memungkinkan kita untuk menikmati matahari terbenam di Kota Injil ini. Pertama pastinya di bagian barat Pulau Mansinam dan Pulau Lemon . Tapi butuh ekstra untuk dapat kesana. Nah buat kamu yang baru di Manokwari dan penasaran dimana bisa menikmati senja, coba deh ke daerah Kwawi! . Tepatnya dijembatan turis. Dimana tu? tepat di depan kantor Klasis GKI.

Disana ada sebuah dermaga kecil yang dulunya diperuntukkan bagi para pelancong yang ingin berkunjung ke Pulau Mansinam. Dulu, Dermaga ini tampak kokoh dengan 2 buah kursi kayu lengkap dengan atap di ujung dermaga. Sayangnya, sudah termakan usia dan rusak akibat di tejang gelombang dan tidak diperbaiki lagi oleh pemerintah daerah. Bahkan kondisi dermaga ini sebenarnya sudah mulai hancur akibat terjangan ombak.

Selain menikmati matahari terbenam, daerah ini juga cocok untuk berenang di pantai meski tidak dipungkiri saat pasang surut, sering banyak sampah yang ikut nongkrong terbawa arus .

Terlas dari itu, lokasinya nyaman dan mudah di akses karena berada dalam kota, jadi tidak ada salahnya jika sesekali nongkrong menyaksikan kepergian matahari untuk 12 jam ke depan.